shinmull

A fine WordPress.com site

Kasus Pelanggaran terhadap Etika Bisnis January 8, 2014

Filed under: Uncategorized — Shinta Mulyana @ 12:47 pm

“Buruh Pabrik Kuali di Tangerang Berbulan-bulan Tak Dibayar & Kerap Disiksa”

Puluhan orang buruh, sebagian besar berusia 20 tahun, dipekerjakan secara tidak layak di sebuah pabrik pengolahan alumunium di Kampung Bayur Opak, RT 03 RW 06, Lebak Wangi, Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Banten. Para pekerja di pabrik kuali yang menjadi korban perbudakan oleh para mandornya mengakui sudah mendapatkan kekerasan fisik sejak awal mereka bekerja di pabrik itu. Mulai dari ditoyor hingga ditampar. Mereka tidak hanya disekap dalam ruang pengap yang tidak layak, tetapi juga dipekerjakan layaknya budak. Buruh diperlakukan seperti budak. Selain disekap selama berbulan-bulan, mereka juga kerap mendapatkan siksaan. Mereka mendapatkan penganiayaan dari centeng atau petugas keamanan,para buruh tersebut setiap harinya dipaksa bekerja selama 18 jam, dajam enam pagi sampai jam 12 malam. Alih-alih dapat keluar dari pabrik tersebut, para buruh itu bahkan tak diberi kesempatan untuk mendapatkan baju ganti. Selama bekerja dari Januari sampai April tidak pernah ganti baju, tidak dibayar dan dikurung di dalam pabrik. Selama berbulan-bulan, mereka hanya mengenal hidup dalam kompleks pabrik itu seluas sekitar 50 x 40 meter persegi. Di situ ada lima bangunan terpisah. Dua ruang kerja berada dalam satu bangunan. Ada satu bangunan semipermanen seluas 8 x 6 meter persegi yang dijadikan tempat tinggal para buruh, satu WC, dan satu rumah pemilik pabrik. Kondisi ruang tidur buruh ini tak bisa disebut memadai. Tidak ada kasur, hanya alas tikar di beberapa lantai, ada dinding kamar yang jebol, serta udaranya lembab.Pertama kali kerja saja langsung dipukuli dan diinjak-injak sama mandor. Dalam sehari target 200 kuali, kalau tidak dapat, pasti dipukuli oleh mandor.Bagi para pekerja di pabrik kuali ini, tindak kekerasan fisik yang diterimanya adalah makanan sehari-hari mereka. Bahkan, mereka sampai takut untuk melarikan diri dari pabrik karena ketatnya penjagaan yang dilakukan oleh pihak pabrik. Berbagai pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan telah dilakukan, pertama pihak pabrik dan pekerja tidak menandatangani perjanjian kerja sehinggapara pekerja tidak mendapatkan haknya yang berupa gaji pokok, tunjangan lembur, jamsostek, THR dan sebagainaya. Berdasarkan pemeriksaan sementara terhadap para buruh, polisi mencurigai sang pemilik pabrik melakukan tindak pidana, yakni Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan orang lain dan Pasal 351 KUHP tentang tindakan penganiayaan. Hal itu dilihat dari kelalaian pemilik dalam memenuhi kewajibannya pada buruh serta luka yang diterima para buruh akibat dipukul mandor.

“XL VS TELKOMSEL PELANGGARAN TERHADAP PERATRURAN IKLAN BERETIKA DAN ETIS”

Iklan provider kini menjadi sebuah persaingan yang tidak sehat. Bermula dari iklan provider XL versi “Si Merah” yang secara tidak langsung merendahkan pesaing. Hal ini terkait juga dengan membandingkan harga kepada pesaing tanpa disertai keterangan yang jelas dan fakta yang objektif.Puncak dari perang iklan yang sifatnya menjatuhkan pesaing adalah pembajakan bintang iklan yang dilakukan oleh Telkomsel. Iklan Telkomsel versi “Sule” adalah versi iklan Telkomsel yang membajak bintang iklan dari XL. Iklan Telkomsel versi “Sule” telah banyak mengundang kontroversi. Awalnya Sule digunakan sebagai model dalam iklan XL. Dipasangkan dengan Baim dan Putri Titian. Dalam iklan tersebut, ketika Baim ditanya oleh Sule apakah dia ganteng? Lalu Baim menjawab bahwa Sule jelek. Menurut saya, Etika komunikasi anak kecil yang terlihat polos disalahgunakan oleh provider XL tersebut, pasalnya tidak sepantasnya ungkapan nada menyindir kata “jelek” dalam periklanan ada di tayangan ini. Secara tidak langsung kata menghina tersebut mengajarkan audiens untuk menghina orang lain. Walau di analogikan seperti tarif XL yang ditawarkan jujur murahnya.Setelah tayangan provider XL mencuat dengan icon komedi besar seperti sule, kemudian provider AS membuat perlawanan dengan menyabotase sule untuk dijadikan icon provider As dan berhasil menyindir provider XL dengan kalimat “saya kapok dibohongi anak kecil” Etika komunikasi dalam periklanan tersebut saya rasa masih kurang sesuai dengan kata kapok yang menjadi andalannya, menurut saya anak kecil tidak pernah berbohong. Karena mereka terlihat jujur adanya. Mungkin maskud provider AS menyinggung kata kapok dibohongi ini sebagai tanda bahwa provider XL sebagai pembohong dalam masalah tarif murah yang ditawarkan tidak sesuai dengan kenyataannya.Kegiatan bajak membajak bintang iklan adalah salah satu bentuk belum terciptanya etika komunikasi antar pihak pengiklan, biro iklan dan bintang iklan itu sendiri. Ada pula iklan menyinggung pihak ketiga, misalnya iklan providerXL versi “Monyet” dan versi “Rp 1,-/detik” yang merendahkan kaum wanita.elain berperang dimedia elektronik, XL dan Telkomsel juga berperang dimedia cetak. Ada beberapa pemasangan billboard yang tidak sesuai dengan peraturan dalam Etika Pariwara Indonesia. Terdapat pemasanganbillboard yang saling bersebelahan dan melanggar point 4.4 dalam Etika Pariwara Indonesia tentang Media Luar Griya (Out-of-home Media.) Iklan operator telekomunikasi tersebut juga dan yang melanggar UU No 8/1999 pasal 17f pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undanga mengenai periklanan.

“INDUSTRI OTOMOTIF PELANGGARAN TERHADAP ETIKA PASAR BEBAS”

Gegap gempitanya persaingan industry otomotif di tanah air di era 1990-an, terutama dengan masuknya pendatang-pendatang baru membawa hak monopoli. Pada tahun 1996 pemerintah mengeluarkan INPRES 2/1996 dan KEPRES 42/1996 yang isinya memberikan hak kepada PT Timor Putra Nusantara untuk mengembangkan Mobil Nasional (Mobnas), yaitu mobil dengan tekhnologi nasional dalam kurun waktu 3 tahun. PT Timor harus memenuhi kandungan local sebesar 60%, dalam rangka menciptakan transfer tekhnologi. Bekerja sama dengan perusahaan mobil Kore Selatan, yaitu KIA, PT Timor memiliki hak mengimpor komponen dengan bea masuk 0%, sehingga harga mobil dapat ditekan menjadi murah, hanya sekitar Rp.35,75 juta pada saat itu, padahal mobil Jepang rata-rata sekelas itu adalah Rp.65 juta. Dampak dari pelepasan mobil Timor adalah terjadinya goncangan pasar nasional, baik mobil baru maupun bekas. Terjadi perang harga mobil sekelas Timor dari merek-merek lain, selain itu muncul proyek-proyek mobil nasional lain dari beberapa perusahaan produsen mobil seperti PT Bimantara, Pt Indomobil, Bakrie, BPIS walaupun tidak memiliki fasilitas istemewa dari pemerintah seperti PT Timor. Ada dua hal penting yang perlu dikedepankan berkaitan dengan fasilitas bebas bea yang dimilike oleh mobil Timor. Pertama, fasilitas bebas bea yang anya diterapkan kepada PT Timor Putra Nusantara mengesankan adanya monopoli, sebab fasilitas ang sama tidak diberikan kepada industriawan yang lain. Kedua, upaya untuk melakukan transfer tekhnologi yang dilakukan oleh Timor terbatas sekali, sebab mobil-mobil yang akan dijual tersebut masih diimpor dan dirancang secara penuh oleh pabriknya di Korea Selatan, dan PT Timor belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk merakitnya sendiri. Agenda lebih lanjuta adalah adanya pengistimewaan mengapa PT Timor yang mendapat hak untuk bebas bea masuk dan transfer tekhnologi cepat jatuh kepada perusahaan tersebut bukan yang lain. Hal ini menunjukan adanya campur tangan politik mengenai perumusan kebijakan tersebut sehingga tidak murni ekonomi. Melihat pada contoh kasus ini maka dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan dan proses ekonomi sendiri pun tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek non-ekonomi, masuknya pengaruh politk dan penguasa membuat ekonomi menjadi sebuah lahan perebutan para orang-orang tertentu dengan kepentingannya masing-masing.

“Susno Duadji sang “Whistle Blower”

Tak dapat dipungkiri dari sosok pencuat ‘cicak-buaya’ inilah berbagai praktek mafia di jajaran yudikatif sedikit banyak terkuak. Sebut saja skandal Century, kasus Gayus sampai ‘benalu’ di institusi kepolisian berawal dari ungkapan kontroversial sang jendral lulusan Akademi Kepolisian 1977 ini.Namun kegigihannya dalam mengungkap berbagai kasus ternyata berbalik arah, banyak kolega di intitusi internal Polri dan pihak-pihak yang merasa privasinya terganggu dan gerah sehingga berupaya untuk menghentikan sepak terjang orang yang pernah menyandang call sign ‘truno 3′ ini. Sebenarnya kode ini diperuntukkan kepada direktur III Tipikor, sedangkan untuk Kabareskrim Polri kode resminya adalah “TRIBATA 5″. Dan lebih jauh lagi seolah ada dalang yang ingin menyingkirkannya dalam kiprah dan karirnya di kepolisian. Mengapa sosok Susno Duadji dianggap sebagai whistle blower ( dikonotasikan sebagai peniup peluit/penguak/pengungkap kasus) bukan Gayus ? Hal ini bisa dimaklumi karena beliau pernah menduduki jabatan penting dan strategis yang berkaitan dengan penanganan kasus-kasus besar diantaranya sebagai ;

1. Kabareskrim Polri, yang dijabatnya tgl.24 Oktober 20O8 sampai 24 November 2010.
2. Wakil kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)
3. Kapolda Jawa Barat
Dari dua jabatan pertama yang pernah disandang ini saja kita dengan logika sederhana akan mengatakan bahwa Susno memang pemegang kunci dari berbagai skandal besar yang terjadi di negeri ini. Dia tahu betul kronologi berbagai kasus besar yang bisa jadi menyeret beberapa petinggi, pejabat dan pegawai institusi yang terindikasi korup, terutama kasus Century dan jangan lupa kasus Gayus adalah buah dari nyanyian jendral yang saat ini menjalani proses pengadilan ini. Menurut masyarakat awam, proses penahanan beliau seperti didramatisir dan kental sekali ‘muatan kepentingan’ untuk kelompok/oknum tertentu yang makin mencabik-cabik buramnya hukum di negeri ini. Contoh kecilnya adalah beliau dituduh melanggar kode etik dan disiplin internal kepolisian serta dikaitkan dengan dugaan penyelewengan dana pilkada Jawa Barat. Jauh amat deviasinya dari akar persoalan yang sebenarnya dan gak nyambung sama sekali. Pantas saja politisi Gayus Lumbuun yang duduk di komisi III (hukum dan HAM) DPR-RI dalam kesempatan hearing rabu, 26 Januari 2011, melontarkan pernyataan bahwa Susno Duadji bisa dijadikan whistle blower skandal Century. Dengan begitu diharapkan para wakil rakyat yang duduk di komisi III nantinya dapat memperoleh data dan informasi baru dalam mengungkap skandal Century yang diduga ‘bernilai’ Rp.6,762 Trilyun itu. Meskipun sudah dibentuk pansus sampai panwas kasus tersebut terkesan stagnan dan terlindungi ‘tangan-tangan perkasa’ sekaligus masih tabu tersentuh hukum. Beberapa nama seperti Robert tantular, Heshan Al Warraq dan Ali Rivzi sudah terseret dalam kasus korupsi ’sealiran’ skandal Century ini, tetapi anehnya dalam kasus ini sama sekali belum menyentuh pejabat dari lembaga dan instansi yang jelas terlibat dan harusnya bertanggungjawab.Sungguh seperti peristiwa ironis dan tragis menimpa sosok yang berani membuka tabir kasus yang diduga melibatkan para petinggi negara itu.Masalahnya maukah pak Susno bernyanyi merdu seperti dulu lagi, karena beliau sudah banyak diingkari dan dikhianati koleganya, apalagi jaminan perlindungan yang diminta ‘diabaikan’ dan masih begitu rentan intervensi dari berbagai pihak yang merasa terusik.